Pak Ustadz, ada dua hal yang ingin saya tanyakan berkaitan tentang
masalah aqiqah. 1. Ketika orang tua melahirkan anaknya, pada saat itu
mereka masih dalam kondisi yang kurang mampu, jadi untuk biaya aqiqah
tidak ada. Namun ketika anaknya sudah dewasa dan sudah berkeluarga,
orang tuanya sudah dalam keadaan berkecukupan, kemudian mereka ingin
mengaqiqahi anaknya yang sudah berkeluarga tadi, apakah boleh dan
bagaimana caranya?
2. Jika orang tua tadi masih dalam kondisi tidak mampu, namun
anak-anaknya yang sudah dewasa tadi hidup berkecukupan dan ingin membeli
kambing diatasnamakan orang tuanya untuk aqiqah, apakah itu
diperbolehkan? Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih. وَالسَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ. (Kholilil Rohman)
JAWAB:
Wa’alaikumsalam wa rahamatullah wa barakatuh. Saudara penanya yang gemar dalam menambah wawasan keagamaan, yarhamukumullah.
Pertanyaan saudara menarik untuk dibahas sebab kasus ini sering
terjadi di tengah masyarakat. Kondisi ekonomi seseorang yang kadang
kurang menentu turut mempengaruhi pelaksanaan anjuran aqiqah. Mereka
yang berkecukupan dan diberi kelapangan rizki tentunya ingin segera
melaksanakan anjuran ini demi rasa bersyukur mereka atas lahirnya sang
buah hati yang di dambakan dan dinantikan. Sebaliknya bagi orang tua
yang perekonomiaannya sedang dalam masa sulit saat kelahiran putra atau
putrinya, mereka akan terasa berat melakukan ibadah ini.
Saudara Kholilil Rohman yang kami hormati.Sebagaimana telah kita
bahas pada edisi sebelumnya, bahwa anjuran untuk melaksanakan aqiqah
oleh orang tua kepada anaknya berakhir ketika si anak telah baligh.
Setelah itu si anak diperbolehkan memilih untuk melaksanakan sendiri
aqiqahnya atau meninggalkannya. Dalam hal ini tentunya melaksanakan
aqiqah lebih utama karena akan terhindar dari pendapat ulama yang
menganggap bahwa aqiqah hukumnya wajib.
Uraian di atas juga sekaligus menanggapi pertanyaan pertama saudara.
Artinya anjuran aqiqah yang dibebankan kepada orang tua masa aktifnya
berakhir ketika sang anak baligh. Kalaupun orang tua masih tetap ingin
melaksanakan aqiqah untuk anaknya, maka caranya adalah dengan memberikan
uang kepada anaknya agar digunakan untuk membeli hewan yang akan
disembelih sebagai aqiqahnya. Dengan demikian niatan mulia orang tua
tetap terakomodir, disamping pula anjuran aqiqah juga terlaksana.
Selanjutnya menanggapi pertanyaan kedua, kami merujuk pada kitab
al-Majmu’ karya imam Nawawi yang menyebutkan bahwa hukum aqiqah untuk
orang lain (bukan dirinya sendiri) adalah boleh selama orang yang
diaqiqahi mengijinkan. Penulis kitab menjelaskan:
فَرْعٌ-لَوْ ضَحَّى عَنْ غَيْرِهِ بِغَيْرِ إذْنِهِ لَمْ يَقَعْ عَنْهُ
Artinya; (cabang pembahasan), seandainya ada seseorang menyembelih
hewan (aqiqah) untuk orang lain tanpa seizinnya, status hewan tersebut
bukan hewan aqiqah.
Referensi diatas juga mengandung arti bahwa aqiqah yang dilakukan
oleh seseorang untuk orang lain dapat dinyatakan sah apabila mendapat
persetujuan (izin) dari orang yang diaqiqahi.
Demikian jawaban kami, mudah-mudahan bermanfaat. Wallahu a’lam.
0 Response to "Hukum Aqiqah saat Dewasa"
Posting Komentar