Adzan Saat Pemakaman
Saat menghadiri haul KH Ridlwan
Abdullah (pencipta lambang NU, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama) ada
seorang
Pengurus NU yang menyampaikan sambutan. Di tengah-tengah sambutannya
beliau
berkata: “Sampai saat ini belum saya temukan dalil tentang adzan saat
pemakaman, baik di kitab-kitab hadis maupun lainnya”. Sayangnya beliau
tidak
menggarisbawahi misalnya: “Silahkan dikaji dalam Bahtsul Masail”, atau
kalimat
rekomendasi lainnya, supaya tidak membuat keraguan di lingkungan
Nahdliyin yang
telah mengamalkan hal tersebut.
Istidlal Adzan di Kuburan
Dalam pandangan ulama Syafiiyah,
adzan dan iqamah tidak hanya diperuntukkan sebagai penanda masuknya
salat, baik
berdasarkan hadis maupun mengimplementasikan makna hadis. Oleh karenanya
ada
sebagian ulama yang memperbolehkan adzan saat pemakaman, dan sebagian
yang lain
tidak menganjurkannya. Dalam hal ini ahli fikih Ibnu Hajar al-Haitami
berkata:
“Terkadang adzan disunahkan untuk
selain salat, seperti adzan di telinga anak yang lahir, orang yang
kesusahan,
orang yang pingsan, orang yang marah, orang yang buruk etikanya baik
manusia
maupun hewan, saat pasukan berperang, ketika kebakaran, dikatakan juga
ketika
menurunkan mayit ke kubur, dikiaskan terhadap saat pertama datang ke
dunia.
Namun saya membantahnya di dalam kitab Syarah al-Ubab. Juga disunahkan
saat
kerasukan jin, berdasarkan hadis sahih, begitu pula adzan dan iqamah
saat melakukan
perjalanan” (Tuhfat al-Muhtaj 5/51)
Di kitab lainnya Ibnu Hajar
secara khusus menjelaskan masalah ini:
(
وَسُئِلَ )
نَفَعَ اللَّهُ بِهِ بِمَا لَفْظُهُ مَا حُكْمُ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ
عِنْدَ
سَدِّ فَتْحِ اللَّحْدِ ؟ ( فَأَجَابَ ) بِقَوْلِهِ هُوَ بِدْعَةٌ وَمَنْ
زَعَمَ
أَنَّهُ سُنَّةٌ عِنْدَ نُزُولِ الْقَبْرِ قِيَاسًا عَلَى نَدْبِهِمَا فِي
الْمَوْلُودِ إلْحَاقًا لِخَاتِمَةِ الْأَمْرِ بِابْتِدَائِهِ فَلَمْ
يُصِبْ
وَأَيُّ جَامِعٍ بَيْنَ الْأَمْرَيْنِ وَمُجَرَّدُ أَنَّ ذَاكَ فِي
الِابْتِدَاءِ
وَهَذَا فِي الِانْتِهَاءِ لَا يَقْتَضِي لُحُوقَهُ بِهِ . (الفتاوى
الفقهية الكبرى - ج 3 / ص 166)
“Ibnu Hajar ditanya: Apa hukum
adzan dan iqamat saat menutup pintu liang lahat? Ibnu Hajar menjawab:
Ini
adalah bid’ah. Barangsiapa yang mengira bahwa adzan tersebut sunah
ketika turun
ke kubur, dengan dikiyaskan pada anak yang lahir, dengan persamaan akhir
hidup
dengan permulaan hidup, maka tidak benar. Dan dari segi apa persamaan
keduanya?
Kalau hanya antara permulaan dan akhir hidup tidak dapat disamakan”
(al-Fatawa
al-Fiqhiyah al-Kubra 3/166)
Tentu yang dimaksud bid’ah disini
tentu bukan bid’ah yang sesat, sebab Ibnu Hajar ketika menyebut bid’ah
pada
umumnya menyebut dengan kalimat “al-Madzmumah”, atau “al-Munkarah” dan
lainnya
dalam kitab yang sama. Beliau hanya sekedar menyebut bid’ah karena di
masa
Rasulullah Saw memang tidak diamalkan.
Adzan Pertama Kali di Kubur
Sejauh referensi yang saya
ketahui tentang awal mula melakukan adzan saat pemakaman adalah di abad
ke 11
hijriyah berdasarkan ijtihad seorang ahli hadis di Syam Syria,
sebagaimana yang disampaikan
oleh Syaikh al-Muhibbi:
محمد بن محمد بن يوسف بن أحمد بن محمد الملقب شمس الدين
الحموي الأصل الدمشقي المولد الميداني الشافعي عالم الشام ومحدثها وصدر
علمائها
الحافظ المتقن : وكانت وفته بالقولنج في وقت
الضحى يوم الاثنين ثالث عشر ذي الحجة سنة
ثلاث وثلاثين وألف وصلى عليه قبل صلاة العصر ودفن بمقبرة باب الصغير عند
قبر والده
ولما أنزل في قبره عمل المؤذنون ببدعته التي ابتدعها مدة سنوات بدمشق من
افادته
إياهم أن الأذان عند دفن الميت سنة وهو قول ضعيف ذهب إليه بعض المتأخرين
ورده ابن
حجر في العباب وغيره فأذنوا على قبره (خلاصة الأثر في أعيان القرن الحادي
عشر – ج 3 /
ص 32)
“Muhammad bin Muhammad bin Yusuf
bin Ahmad bin Muhammad yang diberi gelar Syamsuddin al-Hamawi, asalnya
ad-Dimasyqi, kelahiran al-Midani, asy-Syafii, seorang yang alim di Syam,
ahli
hadis disana, pemuka ulama, al-hafidz yang kokoh. Beliau wafat di
Qoulanj saat
waktu Dhuha, hari Senin 13 Dzulhijjah 1033. Disalatkan sebelum Ashar dan
dimakamkan di pemakaman ‘pintu kecil’ di dekat makam orang tuanya.
Ketika
janazahnya diturunkan ke kubur, para muadzin melakukan bid’ah yang
mereka lakukan
selama beberapa tahun di Damaskus, yang diampaikan oleh beliau (Syaikh
Muhammad
bin Muhammad bin Yusuf) kepada mereka bahwa ‘adzan ketika pemakaman
adalah
sunah’. Ini adalah pendapat lemah yang dipilih oleh sebagian ulama
generasi
akhir. Pendapat ini ditolak oleh Ibnu Hajar dalam kitab al-Ubab dan
lainnya,
maka mereka melakukan adzan di kuburnya” (Khulashat al-Atsar 3/32)
Khilaf Ulama Syafiiyah
Diantara kalangan madzhab
Syafiiyah sendiri masalah ini merupakan masalah yang diperselisihkan,
ada yang
tidak menganjurkan (namun tidak melarang) dan ada pula yang
menganjurkan,
sebagaimana yang diamalkan oleh umat Islam di Indonesia:
- Syaikh asy-Syarwani:
ولا يندب الآذان عند سده خلافا لبعضهم برماوي اه (حواشي
الشرواني – ج 3 / ص
171)
“Tidak
disunahkan adzan saat menutup liang lahat, berbeda dengan sebagian
ulama.
Dikutip dari Syaikh Barmawi” (Hawasyai asy-Syarwani 3/171)
- Syaikh Sulaiman al-Jamal:
وَلَا يُنْدَبُ الْأَذَانُ عِنْدَ سَدِّهِ وِفَاقًا
لِلَأْصْبَحِيِّ وَخِلَافًا لِبَعْضِهِمْ ا هـ . بِرْمَاوِيٌّ . (حاشية الجمل - ج 7 / ص
182)
“Tidak
disunahkan adzan saat menutup liang lahat, sesuai dengan al-Ashbahi dan
berbeda
dengan sebagian ulama. Dikutip dari Syaikh Barmawi” (Hasyiah asy-Jamal
3/171)
- Syaikh Abu Bakar Syatha:
واعلم أنه لا يسن الاذان عند
دخول القبر، خلافا لمن قال بنسبته قياسا لخروجه من الدنيا على دخوله فيها. قال ابن حجر: ورددته في شرح العباب، لكن إذا وافق إنزاله
القبر أذان
خفف عنه في السؤال. (إعانة
الطالبين - ج 1 / ص 268)
“Ketahuilah
bahwa tidak disunahkan adzan ketika masuk dalam kuburan, berbeda dengan
ulama
yang menganjurkannya, dengan dikiyaskan keluarnya dari dunia terhadap
masuknya
kea lam dunia (dilahirkan). Ibnu Hajar berkata: Tapi saya menolaknya
dalam
Syarah al-Ubab, namun jika menurunkan mayit ke kubur bertepatan dengan
adzan,
maka diringankan pertanyaan malaikat kepadanya” (Ianat ath-Thalibin
1/268)
Wallahu A’lam bi
al-Shawab
0 Response to "Adzan Saat Pemakaman"
Posting Komentar